mo-gok, filosofi kopi, hidu

kemaren saya melangsung pembicaraan ini dengan seorang teman
"jul gw pengen ke tubagus, minjem buku"
"ya udah, lu aja sendiri kesana"
"kan nomornya punya elu"
"ya udah, ayo..."

15 menit kemudian saya turun di angkot kalapa-dago dan sampai di simpang

here there go, saya menemukan buku yang sungguh-sangat-penasaran buat dibaca filosofi kopi
kebiasaan yang susah banget ilang, rush, buru-buru kalo lagi ada pengennya

kamu takut karena ingin jujur. dan kejujuran menyudutkanmu untuk mengakui kamu mulai ragu

ough...saya baru sadar kalo sepanjang hari memang angkot mogok
tapi hati saya sedang tersenyum, menyanyi dan berteriak
menganggap enteng apa yang namanya jalan kaki dari simpang sampai sadang serang, demi menyelesaikan buku dengan posisi tiduran di rumah...
tapi saya masih berada di tempat itu....

kata 'sejarah mulai menggantung hati-hati diatas sana. sejarah kalian. Konsep itu menakutkan sekali. Sejarah memiliki tampuk istimewa dalam hidup manusia, tapi tidak melekat utuh pada realitas. Sejarah seperti awan yang padat berisi tapi ketika disentuh menjadi embun yang rapuh.

kaki pun mulai melangkah, satu persatu, dengan harapan parade angkot biru akan berhenti di sisi kiri dan memungut saya menuju terminal, tidak, dengan buku yang sudah mulai digecek-gecek *tanda mulai kesal, mungkin, hahaha*, kebahagiaan masih bergantung disana, di buku itu, pengharapan yang berlebihan...

alasan cinta yang yang tadinya diagungkan bisa berubah menjadi utang moral, investasi waktu, perasaan, serta perdagangan kalkulatif antara kedua belah pihak

20 menit saya berjalan, ada sebagian ide bodoh dan andai-andai tidak perlu disitu, di dalam jaringan otak saya *seperti seandainya ada @#$%^&*

ada sejumput kamu bertengger di batasan usai dan tak usai, bagian dirimu yang merasa paling bertanggung jawab...

akhirnya perjalanan saya berakhir, hari itu,
masih dengan harapan...
dengan menghaturkan senyum dan syukur karena di hidup ini saya masih punya angkot *punya orang lain sih... hehehe ngakunyaaaaaa...* bukan pejalan kaki seperti yang dilakukan orang-tua dan pendahulu saya jika ingin menimba ilmu
dengan mendapati ibu saya masih bangun dan sangat "gatal" mengerjakan pekerjaan rumah,,
haaaa

Mungkin, suatu saat, apabila sekelumit dirimu itu mulai kesepian dan bosan, ia akan berteriak-teriak ingin pulang, dan kamu akan menjemputnya, lalu membiarkan sejarah membentengi dirinya dengan tembok tebal yang tidak mungkin ditembus.

hm... saya membacanya... dengan posisi yang saya inginkan... menemani 'ambu' saya...

Atau mungkin,sebuah kejaiban mampu nenguak kekeruhan ini, jadilah ia semacam mercusuar, kompas, bintang selatan... yang menunjukan jalan pulang bagi hatimu untuk, akhirnya, menemuiku

tulisan hijau dan miring saya kutip dari
Lestari, D.,2002, Surat yang tak pernah sampai:Filosofi Kopi,Gagas Media,p40-46
*kayanya ujian teknik komunikasi geofisika saya kemaren perlu dipertanyakan... heheheh

ratiehy @ 12:16 AM





0 Comments:




About

feel free to feel

yang lalu

Archives

bacaan lain

yanda
ijul
bayu
odi
guno
yondo
ganjar

brosiiing

goooooogle
yahoo.com

kang aditya mulya

okke..sepatumerah

SHOUTBOX


tentang ratih

wanita bulat yang berusaaaaahaaaaaaaaaaa =p

another life journal

credits

blogger (blog engine)
gettyimages (image)
sepatumerah (design)